Akhir pekan lalu, seusai pesta pernikahan sahabat, saya dan beberapa teman terlibat percakapan menarik.
Di tengah beberapa orang menghapus riasan muka, ganti baju dan sekedar bersantai tengah malam, seorang teman bilang,
“I don’t believe if there’s anyone says “I don’t care about your past, because I only believe in our future!”
To me, when I meet someone, when I make a relationship with someone, I have to know what makes this person who she really is. And a person is defined by her past! I just need to know their past, that’s all. Then I’ll figure out how to deal with that person.”
Kata-kata ini, berikut gaya pengucapan teman saya yang sangat hidup, sudah sukses menyentil saya.
Kebetulan saya pernah menulis sesuatu tentang “investing in your future, rather than dwelling on your past”. Ternyata saya lupa, bahwa bagaimana kita sekarang adalah hasil tempaan masa lalu kita, baik itu mulai dari kecil, remaja, menjadi mahasiswa, atau hasil masa lalu kita dalam hitungan beberapa jam yang lalu.
Saya adalah bentukan mantan-mantan pacar saya.
Selama menjalin hubungan dengan mereka, ada proses belajar dalam diri setiap berinteraksi dengan mereka. Saya merasakan sendiri perubahan dalam bersikap, bertindak, melihat permasalahan, yang sangat mungkin ada sedikit pengaruh atau warisan karakter dari mereka. Mungkin karena itulah saya sempat limbung ketika kehilangan pegangan saat semua hubungan itu berakhir.
Namun saya sadar, bahwa saya tidak boleh mengagungkan masa lalu. Toh mereka yang pernah singgah dan menjadi fokus hari-hari saya tidak akan kembali juga.
Tetapi bagi siapapun yang sedang mencoba hadir, atau akan hadir, mengisi hari-hari dan hati saya, mari kita telaah pelan-pelan.
Saya ada dengan membawa resapan masa lalu saya. Demikian pula dengan kamu.
Semua persamaan dan perbedaan yang ada, mari kita omongkan.
Kalau kamu adalah yang terbaik untuk saya, demikian pula kalau kamu merasakan hal yang sama, maka kita tinggal deal dengan takdir.
Selebihnya, saya lebih suka menjalani apa adanya.
Yang jelas, saya sadar bahwa dalam kehidupan nyata, proses penghapusan memori seperti dalam film Eternal Sunshine of the Spotless Mind tidak akan pernah terjadi.
Rasa sakit, senang, pedih, gembira tentang masa lalu yang hadir dalam kehidupan saya di masa sekarang, semuanya adalah bagian yang tidak mungkin hilang.
Dalam keadaan apapun, saya harus terus bernafas, make a living dan melanjutkan hidup, yang semoga bisa jadi lebih baik.
Saya ingin punya kisah survival saya tersendiri.
Saya bukan teman-teman saya, yang saya kagumi, yang kisah pertahanan hidupnya acap kali membuat saya merasa belum menjadi apa-apa. Untuk itulah saya mengagumi mereka.
Dan untuk itulah saya harus meyakinkan diri bahwa saya akan terus baik-baik saja, meskipun keyakinan itu harus keluar dari mata yang berkaca-kaca dan helaan nafas yang berat.
“Because life goes on, dear.”
dodski
09/29/2012 at 9:48 am
well said, val. as always.
auria
10/02/2012 at 8:28 am
agree. don’t keep our past as a secret, terutama sama pasangan. because sometimes secret keeps you alone, alone with your fears and problems. hehe.. anyway, i love your blog. izin nge-link ya. keep sharing good stories and good thoughts! 🙂