Setiap tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal, ada pertanyaan yang selalu mengusik saya: apakah kita sudah memaafkan diri sendiri, sebelum memaafkan orang lain?
Apakah setiap ucapan “maaf lahir batin” yang kita ucapkan ke orang lain adalah pernyataan maaf yang tulus keluar dari hati, dan bukan sekedar basa-basi?
Sebagian dari kita mungkin merasa berat untuk benar-benar memaafkan orang lain. Kalaupun anda bukan dari golongan ini, berarti bisa jadi hanya saya yang termasuk di kelompok ini.
Ya, saya bukan orang yang dengan mudah memaafkan orang lain. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk saya akui dan saya ungkapkan, baik dalam lisan atau tulisan.
Ketika ada orang yang menghempaskan saya dan berlaku tidak adil, tidak jujur atau membuat saya sakit, maka reaksi saya adalah marah yang berkepanjangan.
Dalam bahasa apa pun, sulit bagi saya untuk mengucap kata “maaf”.
Saya larut dalam jebakan emosi, di mana selalu tercetus pikiran untuk membalas dendam, berkata-kata yang tidak pantas, yang saya anggap sebagai proses untuk memaafkan.
Sekitar 99% dari pikiran itu tidak pernah terjadi. Yang terjadi adalah kelelahan diri sendiri, karena telah menghabiskan waktu untuk membenci orang lain.
Saat inilah kita pun sadar, bahwa kita telah berutang budi kepada diri kita sendiri atas waktu yang terbuang tersebut.
Hutang budi yang tidak terbayar inilah yang membuat saya penasaran, apakah benar kita sudah memaafkan diri kita sendiri, karena tanpa kita sadari sudah sering kali kita sudah menyiksa diri?
Memaafkan orang lain adalah proses.
Dan proses itu dimulai dengan kita memaafkan diri sendiri.
Selamat Hari Raya Idul Fitri.