Gimana sih rasanya disunat?
Waks! Kalo pertanyaan ini ditujukan ke saya, bakal saya tanya balik,
“Apanya?”
Nah, sekarang tergantung dari jawabannya dulu. Kalo misalnya ini pertanyaan literal, yang berarti ritual sunatan adalah ritual buat laki-laki, jawaban saya simpel aja.
“Ngga kerasa, lha wong dibius, trus mataku ditutup waktu itu.”
Tapi kalo misalnya yang disunat adalah alat penyambung hidup yang lain, terutama berkaitan ama UANG alias DUIT alias MONEY, maka bukan jawaban yang ada, tapi kata-kata seperti,
“WAADDDOOOHHHHH!”
Sakitnya itu udah kerasa dari awal bulan, ngga perlu lama-lama nunggu sampe tengah bulan atau akhir bulan.
Dan itulah yang terjadi dalam 3 hari terakhir ini, ketika pertama kalinya dalam 7 bulan terakhir ini, slip gaji datang sehari lebih awal dari gajiannya sendiri yang langsung masuk rekening.
Robek ujung pinggir kertas.
Buka perlahan-lahan.
Lihat bagian kredit.
Aaaahhh … Tersenyum lebar.
Ada bonus dari work-performance yang lumayan.
Lihat bagian debit.
Ah, paling itu-itu aja.
Lihat bagian total.
LHO KOQ?!
Scroll up bagian debit lagi.
AH TIDAK!
Potongan buat CPF udah naik … 15%!!
Dan maaf mbak Hany, mustinya ini bagiannya mbak Hany buat ceritain Singapore and its so-called uniqueness in everything, tapi sungguh-sungguh saya ga tahan dan udah kegatelan buat complain disini. (See? Singapore sungguh-sungguh sangat kondusif menyuruh warganya buat complain all the time!)
Jadi, kalau kita udah jadi penduduk tetap (Permanent Resident alias PR) disini, maka gaji yang kita terima tiap bulan disini akan dipotong buat CPF.
Apakah CPF itu?
Singkatannya sendiri adalah Central Provident Fund, yang kalo diterjemahin kira-kira
sama dengan Dana Pensiun. Nah, dana pensiun ini bisa juga kita buat investment, atau asuransi, atau jaminan kalo mau beli rumah, mobil, etc. etc.. Yang jelas, bisa diputerin, ato didiemin aja. Nanti kalo dah pensiun atau cabut PR, semua yang kita simpen emang dibalikin ke kita koq.
Berapa besar sih CPF nya?
Ini yang bikin gue lagi culture shock ya!
Tahun pertama dari kita dapet PR, gaji kita dipotong 5%.
Tahun kedua, 15%.
Tahun ketiga, 20%.
Jadi kebayang dong, setelah selama ini dibuai dimanja dengan potongan sekecil setitik itu, dimana setiap bulan paling ngga ada simpenan buat beli majalah Sight & Sounds berikut Film Comments yang lumejen mahal2 itu, atau nonton pertunjukan teater atau nonton konser di Esplanade dengan tempat duduk yang lumayan, sekarang harus nangis meraung-raung sambil ngiris bawang sambil jejeritan,
HUUAAA!!
Sambil masih megang slip gaji itu dengan hati nanar tapi raut muka sok tenang karena lagi di depan anak baru, gue cuman tersenyum miris, sambil sms teman-teman seperjuangan di Komang dan lain-lainnya yang cuman dibales serempak:
“Welcome to the club, baby!”
Yes, I welcome myself living in an impossibly materialistic world of Singapore.
Yet, somehow I indulge on it.
Disunat? Oh biasa aja … 😉